caleg calegdiaspora
MASYARAKAT Indonesia menantikan ajang pesta de mokrasi berupa pemilihan presiden dan pemilihan legislatif (pi leg dan pilpres) pada 17 April mendatang, termasuk diaspora yang berada di berbagai negara dunia.
Jumlah Daftar Pemilih Te tap (DPT) diaspora pada pemilu ini ditaksir mencapai 2 juta pe milih. Jumlah tersebut tentu sa ngat – lah besar dan tidak bisa di anggap remeh. Jumlah ini lebih ba nyak dibandingkan dengan be berapa provinsi di Indonesia se perti Kalimantan Utara, Papua Ba rat, Kalimantan Tengah, Ma lu ku, dan Maluku Utara. Namun, potensi golput (go – long an putih) pada Pemilu 2019 terutama pada pemilihan le gis – latif oleh diaspora diperkirakan cukup tinggi. Tercatat, pada Pe – milu Legislatif 2014 jumlah pe – milih diaspora hanya 22,19% atau hanya 464.458 orang. Ang – ka ini meleset dari target pe meri n tah, yaitu sebesar 30%.
Selain itu, dalam survei yang di la – ku kan oleh Indonesian Dias pora Network-United (IDN-Un ited), tercatat sebanyak 56% ti – dak mengetahui calon anggota le gislatif yang mewakili dapil luar negeri dan 29% yang men – jawab kurang mengetahui. Hal ini tentu perlu menjadi pe r ha – tian khusus bagi pemerintah, penyelenggara pemilu, dan bagi kandidat legislator serta partai politik sendiri. Ada beberapa hal yang di sinyalir menjadi penyebab para pe milih di luar negeri tidak meng gunakan hak pilihnya ter utama pada Pemilihan Le – gis latif. Pertama, minimnya in – for masi mengenai caleg yang me wakili mereka. Para caleg di nilai kurang menyentuh akar rum put warga negara In – donesia di luar negeri.
Diaspora yang di nilai lebih rasional dalam me milih pun tentunya memer lu kan informasi yang lebih kom prehensif guna me – ngetahui ca lon wakilnya. Ke – dua, kre di bi li tas lembaga le gis – latif dan partai politik di mata masyarakat bu ruk. Ber da sar – kan survei di ber bagai lem – baga, parlemen, dan partai po – litik menempati urut an paling rendah dalam tingkat keper – cayaan masyarakat. Prak tik korupsi yang dilakukan oleh kader partai politik dalam par – lemen dan tidak produktifnya lembaga legislatif dalam meng ha silkan produk hukum mem buat diaspora tidak me – naruh atensi dengan pe mi – lihan le gis latif. Ketiga, ruang pu blik yang bi sing akan infor – masi yang ti dak menyehatkan.
Sebagai sa lah satu media ruang publik, me dia sosial pa – ling me mung kin kan diakses oleh diaspora un tuk me nge – tahui pelbagai in for masi me – ngenai Pemilu 2019. Namun, ironisnya, media sosial men – jadi tempat persebaran in for – masi yang tidak me nye hat kan sehingga berpotensi me nim – bulkan antipati. Untuk itu, guna memak si – mal kan pemilu sebagai metode perpanjangan aspirasi warga ne gara–termasuk dias po ra– lem baga terkait perlu mem per – ha tikan bagaimana distribusi in formasi terkait pemilu. Pa ni – tia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) perlu memastikan bah – wa informasi mengenai pemilu terdistribusi dengan baik hing – ga ke akar rumput.
Caleg be ser – ta parpol juga perlu melakukan kunjungan ke daerah pe milihan luar negeri, minimal ke negara yang memiliki diaspora Indo ne sia paling banyak se – perti Ma lay sia dan Arab Sau di. Selain itu, Lembaga Legislatif dan partai politik harus me – lakukan refor ma si dalam tu – buhnya sehingga men da pat – kan tingkat keper ca ya an yang tinggi dari masya ra kat. Terakhir, para caleg serta eli te politik perlu memberikan dis – kursus yang konstruktif da lam ruang publik sehingga di as – pora tidak skeptis ter hadap pemilu.
MUHAMMAD ARIEF VIRGY
Mahasiswa FISIP, Direktur Utama Lembaga Pers Mahasiswa Islam HMI Cabang Jatinangor-Sumedang. Universitas Padjadjaran
Leave a Reply